Minggu, 04 Desember 2011

Peran wali-kelas dalam membentuk karakter siswa


  1. PERAN DAN TELADAN WALI KELASDALAM MENDIDIK KARAKTER SISWA KELAS BINAAN DISUSUN DALAM RANGKA IMPLEMENTASIPENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH Oleh : Nama : Drs. Nur Kholiq NIP : 19630108 198703 1004 PEMERINTAH KABUPATEN JEPARA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS SMA NEGRI 1 KEMBANG Jl. Bangsri – Keling, Km 6 Kembang  59453, Telp. (0291) 7730048 0
  2. Abstrak Kejujuran, kedisiplinan, sopan santun, etika, budaya menyapa, salingmengasihi, saling menyayangi, mengutamakan kepentingan bersama di ataskepentingan pribadi, berbicara dengan bahasa yang baik adalah nilai-nilai positifyang harus ditanamkan dalam diri siswa. Nilai-nilai baik ini sering dikenal denganistilah “karakter”. Pendidikan hendaknya tidak hanya terfokus pada penyampaian ilmupengetahuan dan teknologi semata melainkan menggabungkan unsur kognitif(pengetahuan dan keterampilan), afektif (minat, bakat, kemampuan menyesuaikandiri), psikomotor (keterampilan motorik), dan penanaman karakter positif. Wali kelas adalah guru yang mendapat tugas sampiran untuk mendampingisebuah kelas tertentu. Wali kelas seperti halnya orang tua bagi siswa kelas binaan.Wali kelas harus mengenal detail berbagai karakter siswa yang menjadibinaannya. Komunikasi dan kedekatan emosional harus dibangun dan karenakedekatan inilah, wali kelas dapat berperan lebih dalam menanamkan sikap-sikapdan nilai-nilai baik (karakter positif) kepada siswa kelas binaan. Keberhasilanpenanaman karakter positif ini tidak terlepas dari keteladanan yang tercermindalam perilaku wali kelas itu sendiri. Penanaman karakter positif yang dibarengidengan keteladanan akan lebih banyak keberhasilannya.Kata kunci: Wali kelas, keteladanan, dan pendidikan karakter.
  3. BAB I PENDAHULUANA. Latar Belakang Masalah Siswa tuntas dalam belajar adalah harapan semua pihak, baik guru, siswa yang bersangkutan, maupun sekolah secara umum. Permasalah yang kemudian muncul adalah manakala siswa menempuh segala cara untuk mencapai ketuntasan. Siswa setelah selesai ulangan umum, menceritakan kepada teman bahwa saat ulangan umum berhasil membuka contekan yang telah dipersiapkan. Perasaan menang dan puas telah berhasil mencontek tanpa diketahui pengawas (Ulangan/Tes). Ulangan harian membuka buku, mengerjakan tugas hanya tinggal menyalin pekerjaan teman, membeli kunci jawaban ujian nasional, izin ke kamar mandi saat ujian untuk meninggalkan kode-kode kepada teman, dan sebagainya. Bahkan saat nilai Ujian Nasional (UN) suatu daerah menempati rating bawah secara nasional, berbagai statement dilontarkan untuk bahan evaluasi dan perbaikan, tetapi mengkhawatirkan apabila mempersalahkan pelaksanaan Ujian Nasional yang jujur sehingga hasil ujian menjadi hancur. Terbiasa mengutamakan hasil dan mengesampingkan proses inilah yang menghiasi ranah pendidikan karena disadari atau tidak realita ini terjadi di beberapa tempat. Melemahnya penanaman kejujuran dan penanaman sikap menghargai proses kepada peserta didik merupakan latar belakang dari permasalahan ini. Kondisi yang sangat mencengangkan dilapangan adalah tingginya ketidakhadiran siswa tanpa keterangan (alpha) baik di sekolah negeri maupun sekolah swasta. Penerapan poin pelanggaran tidak begitu memiliki andil besar dalam mengurangi tingkat alpha siswa. Siswa tenang saja dan merasa hal ini sebagai sesuatu yang biasa dan tidak membuat malu. Demikian juga dengan orang tua siswa saat diberikan informasi data alpha siswa dari sekolah, tidak sedikit dari orang tua siswa yang tidak melakukan tindak lanjut. Siswa terlambat hadir secara berturut-turut, berseragam tidak semestinya, kelengkapan seragam tidak terpenuhi, dan beberapa pelanggaran lainnya, 0
  4. dilakukan siswa dengan sadar dan apabila diberikan perlakuan (ditegur ataudiingatkan) siswa hanya melakukan reaksi pada saat itu. Budaya malu jikatidak tertib dan tidak disiplin inilah yang tidak nampak sekarang walaupuntidak disemua sekolah. Kelas merupakan organisasi kecil bagian dari sekolah dengan anggotabeberapa siswa yang memiliki keunikan dan karakteristik berbeda. Kegiatansekolah yang diperuntukkan bagi kelas baik agenda tahunan maupun kegiataninsidentil dilakukan untuk memupuk rasa gotong royong, kerjasama, dan rasamemiliki terhadap kelas, seperti lomba-lomba di hari ulang tahun sekolah,lomba untuk memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia, lomba dihari Kartini, jumat bersih, class meeting, dan lain sebagainya. Menyambutkegiatan yang diperuntukkan bagi kelas, terdapat anak-anak yang tak acuh,tidak peduli, tetapi ada juga anak yang sangat mendukung dan aktifmengoordinir kelas untuk menyukseskan kegiatan kelas. Masih terdapatnyaanak-anak yang kurang peduli terhadap kegiatan kelas menunjukkan rasamemiliki terhadap kelas rendah. Tujuan sekolah memupuk rasa gotongroyong dan kerjasama antarsiswa dalam kelas belum sepenuhnya tercapai.Menjelang kegiatan, biasanya kelas akan melakukan koordinasi sepulangsekolah. Siswa yang kurang merespon terkadang pulang awal dan tidakmengikuti koordinasi maupun pembagian tugas di kelas atau bahkanmembuat gaduh suasana koordinasi. Rasa mengutamakan kepentingankelompok di atas kepentingan pribadinya, rasa memiliki terhadap kelas, danrasa gotong royong tidak lagi terasa di kelas. Berkaitan dengan sikap dan sopan santun siswa di sekolah, terdapatbeberapa sikap yang kurang mencerminkan kearifan lokal. Siswa berpapasandengan bapak atau ibu guru tetapi tidak menyapa ataupun sekedar tersenyum;berbicara dengan guru di kelas menggunakan bahasa campuran bahasa Jawadan bahasa Indonesia; saat melihat guru kerepotan membawa alat ataupunmedia, siswa tidak dengan sukarela menawarkan bantuan; siswa tidak hafaldengan nama bapak atau ibu guru yang membimbingnya dan bahkanmenyebutnya dengan Ibu PPKn, Bapak IPA, dan seterusnya; bercanda secara 0
  5. berlebihan (sampai terlontar bahasa Jawa kasar/ “ngoko”), dan lunturnya budaya cium tangan. Hal-hal seperti inilah yang membuat sangat prihatin dan apabila tidak ditangani dari sekarang maka anak-anak didik akan semakin jauh dari kearifan lokal.B. Masalah Berdasrkan pokok masalah pada latar belakang ini adalah tentang melemahnya penanaman nilai-nilai kejujuran dan bagaimana cara penanaman sikap menghargai proses kepada peserta didik ?. 0
  6. BAB II KAJIAN TEORI Doni Koesoema Albertus (2007 : 247) menyatakan bahwa wali kelasmemiliki peranan yang sangat besar bagi pembentukan karakter siswa. Walikelas sesungguhnya menjadi semang bagi perkembangan kemajuan di dalamkelas. Mereka bertanggung jawab atas berhasil tidaknya komunitas kelasyang menjadi tanggung jawabnya. Hasil kinerja wali kelas ini terutama bisadilihat bagaimana ia dapat menjadi animator bagi kelas sebagai sebuahkomunitas pembelajaran bersama. Wali kelas biasanya juga menjadi gurubidang studi tertentu namun mereka mendapat tugas lain sebagai penanggungjawab dinamika pembelajaran di dalam kelas tertentu. Peranan wali kelasyang paling menonjol adalah menjadi semacam kepala keluarga dalam kelastertentu, ini berarti ia bertanggung jawab terutama menciptakan kondisi danlingkungan yang kondusif satu sama lain sehingga kelas itu menjadikomunitas belajar dapat maju bersama dalam proses pembelajaran.Kesimpulannya tugas utama wali kelas adalah membuat kelas itu secarabersama-sama berhasil menjalankan fungsi pembelajaran yang kriterianyaadalah semua siswa di kelas itu dapat naik kelas dengan nilai yang baik padaakhir tahun. Wali kelas bekerjasama dengan pihak sekolah untukmerencanakan program pendampingan bagi kelas perwaliannya. Program iniharus terstruktur dalam kebijakan sekolah sehingga setiap program perwalianwali kelas memiliki visi dan misi yang sama. Wali kelas secara periodik perlumelakukan evaluasi terhadap kelasnya melalui pertemuan yang tidak formaldan lebih rileks agar komunikasi lebih bisa terbangun. Momen pembinaanperwalian kelas inilah yang sesungguhnya menjadi tempat penting bagipenanaman nilai dan pembentukan karakter siswa. Pendidikan menurut Niccolo Machiavelli dalam buku Doni KoesoemaAlbertus, merupakan proses penyempurnaan diri manusia secara terusmenerus karena secara kodrati manusia memiliki kekurangan danketidaklengkapan. 0
  7. Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuhmenekankan pentingnya pendidikan karakter sebagai bagian dari upayamembangun karakter bangsa sehingga pendidikan karakter mendesak untukditerapkan. Peringatan hari Pendidikan Nasional tahun 2010 mengangkattema “Pendidikan Karakter untuk Membangun Keberadaban Bangsa”.Mohammad Nuh menyampaikan “diantara karakter yang ingin kita bangunadalah karakter yang berkemampuan dan berkebiasaan memberikan yangterbaik, giving the best, sebagai prestasi yang dijiwai oleh nilai-nilaikejujuran”. Howard Gardner, penulis buku "Multiple Intelligence" dalamSuparlan.com, menjelaskan bahwa keberhasilan seseorang dipengaruhi olehIntelligence Quotient (IQ) hanya dua puluh persen, sementara delapan puluhpersen ditentukan oleh Emotional Intelligence (EI) dan Spiritual Intelligence(SI). Karakter merupakan bagian dari kecerdasan ganda yang dijelaskanHoward Gardner. Kecerdasan ganda meliputi tujuh macam kecerdasan yangsering disingkat SLIM n BIL, yaitu: 1) spatial (keruangan), 2) language(bahasa), 3) intrapersonal (intrapersonal), 4) music (musik), 5) naturalist(naturalis – sayang kehidupan alam), bodily kinesthetics (olahraga – gerakbadan), logical mathematics (logikal –matematis). Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Prof.Suyanto, Ph.D dalam Suparlan.com menjelaskan bahwa karakter adalah caraberpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas setiap individu untuk hidupdan bekerjasama, baik dalam lingkup kehidupan keluarga, masyarakat,bangsa, dan negara. Prof. Suyanto, Ph.D juga menyebutkan sembilan pilarkarakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal manusia. Sembilan pilarkarakter itu adalah 1) cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya; 2) kemandiriandan tanggung jawab; 3) kejujuran/ amanah; 4) hormat dan santun; 5)dermawan, suka tolong-menolong, gotong royong/ kerjasama; 6) percaya diridan pekerja keras; 7) kepemimpinan dan keadilan; 8) baik dan rendah hati; 9)toleransi, kedamaian, dan kesatuan. 0
  8. Dr. Martin Luther King, tokoh spiritual kulit hitam di Amerika Serikat,dalam Suparlan.com menyatakan bahwa pendidikan bertujuan untukmelahirkan insan cerdas dan berkarakter kuat atau intellegence pluscharacter, ”that is the goal of true education”. Itulah tujuan pendidikan yangsebenarnya, yakni menciptakan manusia yang cerdas secara komprehensifdari keseluruhan aspek kecerdasan ganda. Pencetus pendidikan karakter yang menekankan dimensi etis spiritualdalam proses pembentukan pribadi ialah seorang pedagog berkebangsaanJerman yaitu FW Foerster (1869-1966). Disebutkan oleh FW Foerster dalamJambi Ekspres bahwa pada hakekatnya tujuan pendidikan adalah untukpembentukan karakter yang terwujud dalam kesatuan esensial si subyekdengan perilaku dan sikap hidup yang dimilikinya. Bagi Foerster, karaktermerupakan sesuatu yang mengualifikasi seorang pribadi. Ada empat ciri dasardalam pendidikan karakter. Pertama, keteraturan interior dimana setiaptindakan diukur berdasar hierarki nilai. Kedua, koherensi yang memberikeberanian, membuat seseorang teguh pada prinsip, tidak mudah terombang-ambing pada situasi baru atau takut risiko. Ketiga, otonomi. Hal ini berarti,seseorang menginternalisasikan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilaibagi pribadi. Keempat, keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan merupakan dayatahan seseorang guna mengingini apa yang dipandang baik. Ungkapan Dr. G.J. Nieuwenhuis dalam bataviase.co.id, "suatu bangsatidak akan maju, sebelum ada di antara bangsa itu segolongan guru yang sukaberkorban untuk keperluan bangsanya". Menurut rumus ini, dua kata kuncikemajuan bangsa adalah guru dan pengorbanan. Maka itu, awal kebangkitanbangsa harus dimulai dengan mencetak guru-guru yang suka berkorban. Guruadalah teladan. Guru adalah digugu (didengar) dan ditiru (dicontoh). Gurubukan sekadar terampil mengajar bagaimana menjawab soal Ujian Nasional,tetapi diri dan hidupnya harus menjadi contoh bagi murid-muridnya. RatnaMegawangi (2007), dunia pendidikan di Indonesia kini sedang memasukimasa-masa yang sangat pelik. Kucuran dana besar disertai berbagai programterobosan sepertinya belum mampu memecahkan persoalan mendasar dalam 0
  9. dunia pendidikan, yakni bagaimana mencetak alumni pendidikan yangunggul, beriman, bertaqwa, profesional, dan berkarakter. Menurut RatnaMegawangi pendidikan karakter adalah untuk mengukir akhlak melaluiproses knowing the good, loving the good, and acting the good, yakni, suatuproses pendidikan yang melibatkan aspek kognitif, emosi, dan fisik sehinggaakhlak mulia bisa terukur menjadi habit of the mind, heart, and hands.Banyak program pendidikan gagal, karena memang tidak serius untukdiamalkan dan lebih penting lagi karena tidak ada contoh. 0
  10. BAB III PEMBAHASAN Nilai-nilai kejujuran, senantiasa menghargai proses dan tidak semata-mata berorientasi pada hasil, disiplin, merasa malu apabila melanggar aturan/tidak tertib, sopan santun, budaya saling membantu, mengutamakankepentingan kelompok di atas kepentingan pribadi, gotong royong, mengasihisesama teman, budaya cium tangan, mulai luntur dalam kehidupan remajasekarang. Remaja tentu saja berkaitan dengan anak usia sekolah menengahpertama sampai dengan menengah atas. Nilai-nilai luhur dan baik tidak lagikental menghiasi perilaku remaja, tentu saja hal ini dipengaruhi oleh faktoryang sangat kompleks mulai dari pendidikan dalam keluarga, masyarakatlingkungan tempat tinggal, dan pendidikan di sekolah. Pemaparan dalamtulisan ini hanya akan dibatasai pada sisi pendidikan di sekolah. Kenyataan yang membuat prihatin ini akan terus tumbuh subur apabilakalangan pendidik tidak merubah pola pendidikannya. Pendidikan seharusnyatidak semata-mata berorientasi pada aspek kognitif saja melainkan dilakukanterpadu menyangkut tiga dimensi taksonomi pendidikan yaitu kognitif(intelektual meliputi pengetahuan, keterampilan); afektif (aspek perasaan danemosi berupa minat, sikap, apresiasi, cara penyesuaian diri); dan psikomotor(aspek keterampilan motorik); serta berbasis pada karakter positif. Pendidikan bertujuan untuk membangun insan cerdas yang berkarakterkuat seperti halnya disampaikan oleh Dr. Martin Luther King, tokoh spiritualkulit hitam di Amerika Serikat. Guru semua mata pelajaran hendaknyamemasukkan unsur pendidikan karakter secara kontinue dalam mata pelajaranyang diampunya. Sekolah adalah rumah kedua bagi anak-anak usia sekolah. Selain bapakdan ibu guru, di sekolah ada orang yang dianggap sebagai orang tua bagisiswa di suatu kelas yang sering dikenal dengan nama wali kelas. Peransebagai orang tua bagi kelas perwalian atau kelas binaan seharusnyamenjadikan wali kelas tidak semata-mata menjalankan tugas sampiran sama 0
  11. seperti yang tertuang dalam tugas pokok dan fungsi (tupoksi) wali kelas tetapiwali kelas bekerja dengan profesional sesuai tupoksi, mengerjakannya tulusdari hati, dan yang lebih penting lagi menjalin komunikasi dan kedekatanpersonal emosional dengan warga kelas. Wali kelas harus mengetahuikarakter, ciri pribadi, kelebihan, dan kekurangan dari masing-masing anakbinaan di kelas. Wali kelas dapat bertindak sebagai guru, orang tua, teman,yang bisa mengelola dan memanage kelas dalam suasana yang semestinya(saat serius, kelas dikondisikan untuk bisa membawa diri, dan saat santaipunkelas dapat menyesuaikannya). Pada awal ketugasan sebagai wali kelas, merupakan bagian palingpenting, karena kesan pertama bagaimanapun juga akan berdampak bagikalangsungan hubungan berikutnya. Pada pertemuan awal, diskusikan dengankelas binaan, kelas kondusif seperti apa yang ingin diwujudkan bersama,kemudian tetapkan visi dan misi kelas serta perangkat organisasi kelas.Sepakati aturan main berkaitan dengan penanaman nilai misal tanamkankepada kelas binaan mengenai kedisiplinan hadir. Sampaikan kepada wargakelas bahwa setiap individu di kelas punya keberartian bagi kelas sehinggakalau tidak hadir wajib menginformasikan kepada wali kelas baik melaluipesan singkat telepon genggam maupun melalui telepon, dan baru setelahmasuk di kemudian hari, siswa melengkapi izin dengan menyerahkan suratizin langsung kepada wali kelas. Aturan main yang ditetapkan di awal iniharus secara konsisten dilaksanakan. Apabila ditengah-tengah perjalananterdapat anak binaan yang alpha, harus dilakukan pendekatan sehinggadiketahui penyebabnya, dan harus telaten membina baik untuk siswa yangbersangkutan maupun pembinaan klasikal. Biasakan pula wali kelas untukizin atau menginformasikan kepada kelas apabila wali kelas berhalangantidak dapat mendampingi siswa pada pertemuan kelas yang disepakati.Sederhana tetapi ini akan dicontoh siswa. Wali kelas biasanya adalah guru mata pelajaran tertentu bagi kelasbinaannya. Pada mata pelajaran yang diampunya tersebut, tanamkankebiasaan menghargai proses dan tidak semata-mata berorientasi hasil. Saat 0
  12. nilai ulangan anak jelek, sampaikan betapa rasa bangga itu luar biasa karenaanak-anak telah berusaha sungguh-sungguh dan jujur, sebaliknya jikamenjumpai ketidakjujuran, tunjukkan bahwa hal itu benar-benarmengecewakan, dan anak didik apabila memiliki kedekatan emosionaldengan wali kelasnya, ia akan merasa bersalah dan menyesal telahmengecewakan orang yang mereka sayangi. Penanaman kejujuran ini jugadilaksanakan dalam pembimbingan wali kelas setiap saat, dipantau, serta diingatkan terus menerus. Wali kelas ataupun guru juga harus jujur mengakuibahwa belum bisa menjawab pertanyaan siswa dan baru akan mencarireferensi terlebih dahulu, jujur mengakui pada pertemuan kemarin terdapatmateri yang terlewatkan, dan sebagainya, hal ini secara tidak langsungmengajari kepada anak untuk jujur mengakui kekurangan dan kesalahannya. Senyum, menyapa, jabat tangan, cium tangan, adalah suatu kebiasaanyang baik dan sangat indah apabila dapat tertanam dan menjadi bagian darihidup anak-anak. Hal ini tidak akan terbentuk dengan sendirinya. Mengharapanak menjadi baik, tentu saja harus diajarkan dengan hal yang baik. Guruberpapasan dengan siswa biasakan senyum dan menyapa atau mengucapsalam, maka di hari-hari seterusnya siswa akan otomatis senyum danmenyapa saat berpapasan dengan guru. Ajak siswa berjabat tangan terlebihdahulu maka di hari berikutnya pasti siswa yang akan mengulurkantangannya terlebih dahulu. Hal sederhana tetapi berdampak anak merasadihargai dan keberadaannya diakui adalah mengenal namanya. Guru ataupunwali kelas penting untuk mengenal dan menghafal nama siswa, selainmembawa kedekatan tersendiri juga memudahkan di dalam komunikasi. Guruyang mengenal dengan baik nama siswanya pasti akan dikenal juga olehsiswanya. Siswa akan peduli dengan guru atau wali kelas tersebut sehinggatidak akan ada siswa memanggil dengan Bapak IPA atau Ibu PPKn. Jika kitaamati, sebetulnya apa yang kita kehendaki dilakukan oleh siswa lebih baikkita lakukan terlebih dahulu kepada siswa, maka siswa akan mengikuti.Bimbing kelas binaan dengan kasih sayang, dekat, namun tetap disiplin, makaanak-anak kelas binaan akan tumbuh menjadi anak-anak yang tidak brutal, 0
  13. tidak keras hati, namun tumbuh menjadi anak yang dewasa, punya empati,dan mampu mengembangkan kreatifitasnya dengan baik. Di kelas anak-anaknyaman karena melihat kesabaran wali kelasnya dalam mengoordinir kelas,sehingga mereka akan tumbuh menjadi remaja yang mampu mengendalikanemosi. Jika wali kelas melihat perilaku yang tidak semestinya, semisal siswakelas binaan berbicara dengan bahasa Jawa “ngoko” kepada salah satu gurumaka seperti layaknya orang tua, memiliki tanggung jawab moral yang besaruntuk mengingatkan, namun cara mengingatkannya adalah dilain waktu danhanya dengan siswa yang bersangkutan (tidak didepan umum). Tidak pernahberhenti untuk mengingatkan manakala melihat anak-anak melakukankesalahan baik kecil maupun besar. Koordinasi dengan kelas harus sering dilakukan. Saat kelas adakegiatan lomba, sesibuk apapun wali kelas, alokasikan waktu untukmendampingi kelas binaan dalam koordinasi kelas. Tanamkan kepada kelasbinaan utamakan kepentingan kelas dari pada kepentingan pribadi, sehinggadi setiap pertemuan kelas, anak-anak wajib mengikuti, dan jikaberkepentingan wajib izin kepada wali kelas. Wali kelaspun mengutamakankepentingan kelas dari pada kepentingan pribadinya, karena seharusnyapulang di akhir jam kerja tetapi bergabung dengan kelas dan melakukankoordinasi. Akan berbeda apabila wali kelas tidak terlibat langsung dalamsetiap koordinasi kelas, pasti anggota kelas tidak lengkap dalam koordinasitersebut. Pertemuan pertama dan kedua kelas, mungkin menjadi suatuketerpaksaan bagi salah satu atau sekelompok anak, akan tetapi jika dibiasakan untuk wajib hadir lengkap kecuali siswa berkepentingan maka iniakan menjadi suatu kebiasaan positif untuk selalu terlibat dengan urusankelas. Wali kelas adalah orang yang paling dekat dengan anak-anak kelasbinaan sehingga paling mudah untuk menanamkan suatu sikap dan nilai yangbaik kepada anak. Sikap nilai yang baik inilah yang sering dikenal denganpendidikan karakter. Syarat keberhasilannya adalah ketulusan, kedekatan,konsistensi, dan keteladanan dari diri wali kelas itu sendiri.
  14. BAB IV PENUTUPa. Simpulan Pendidikan akan lebih bermakna jika tidak semata mata berada pada ranah kognitif saja. Pengetahuan dan keterampilan didukung dengan sikap dan perilaku yang positif akan menjadi sosok pribadi yang berkarakter. Wali kelas sebagai orang tua bagi siswa di kelas binaan memiliki hubungan kedekatan yang lebih sehingga dapat berperan yang lebih pula dalam menanamkan nilai-nilai kebaikan di kelas binaannya. Penanaman nilai akan efektif apabila diteladani atau diberikan contoh. Keteladanan akan jauh lebih bermakna dari seribu perkataan.b. Saran Bagi wali kelas jalinlah kedekatan emosional dengan kelas binaan sehingga mudah untuk menanamkan nilai-nilai kebaikan untuk siswa di kelas binaan. Selain menanamkan nilai, yang tidak kalah penting adalah melaksanakan terlebih dahulu nilai-nilai yang akan ditanamkan kepada siswa. Bagi pembaca, pergunakan tulisan ini sebagai bahan inspirasi untuk tulisan ilmiah yang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar